“Yang mengajarkan manusia dengan perantaraan qalam”
(Q.s Al – Alaq: 4)
Membicarakan sain dan tekhnologi bagaikan membicaran pedang bermata dua; satu sisi sain dan tekhnologi bisa membantu manusia mempermudah dan mempercepat segala urusan (baca: efektif dan epesien), disisi lain, sain dan tekhnologi dapat merusak alam dengan menjadikannya sebagai alat efektif dalam melakukan eksploitasi alam (baca; krisis ekologi).
Manusia sebagai mahluk yang serba ingin tahu, keinginantahunya yang tak tebatas dan tak terhingga membuatnya terus menerus mencari cara dan berbagai cara untuk menuntaskan dahaga keingintahuannya. Disinilah kreatifitas dan inovasi tidak akan pernah diam atau berhenti, namun akan terus bergerak, berubah dan berkembang. Maka perubahan sain dan tekhnologi menjadi sebuah keniscayaan, dan kehidupanpun akan terus bergerak, berubah, berkembang, dan akan terus berlanjut.
Dari perubahan sain dan tekhnologi ini, berlanjut pada perubahan tekhnologi informasi. Melalui tekhnologi informasi inilah, globalisasi terjadi dimuka bumi. Disadari ataupun tidak disadari, mau ataupun tidak mau, rela ataupun terpaksa, kita kini dan disini telah menjadi “mahluk global”.
Dari perubahan informasi inilah, berimplikasi (berdampak) pada perubahan masyarakat. Arus deras informasi telah berhasil meruntuhkan benteng sebuah Negara, merobek robek batas budaya sebuah masayarakat, dan sanggup menghanyutkan eksistensi (keberadaan) sebuah keluarga. Globalisasi dianggap sebagai westernisasi (pembaratan) dimana budaya Barat/Eropa mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku masayarakat dan bahkan telah menjadi sikap, pendirian, dan pandangan hidup sebagaian masyarakat. Karena budaya Eropa/Barat itu mengusung kebebasan, persamaan, dll. Budaya yang menuntut kebebasan inilah yang mengancam nilai, norma, dan etika agama dan budaya masyarakat yang sudah ada.
Dari perubahan sosial ini, berdampak pada perubahan psikologi setiap individu. Dimana, budaya bebas menggiring setiap individu menjadi mahluk yang “hedonis” yang menguatkan individualitas, sembari mengancam solidaritas sosial.
Dari asumsi diatas, bagaimana dunia pendidikan memandang dan menempatkan perubahan, perkembangan dan kemajuan tekhnologi? Perubahan, perkembangan dan kemajuan tekhnologi tidak bisa dipisahkan dari dunia pendidikan. Melalui pendidikanlah segala penemuan, perkembangan, dan kemajuan tekhnologi tercipta. Dengan kata lain pendidikan bertanggungjawab bagi perubahan, perkembangan, dan kemajuan tekhnolog beserta dampaknya bagi kehidupan manusia. Pendidikan dengan demikian adalah kunci dari perubahan, perkembangan dan kemajuan tekhnologi.
Dunia pendidikan menstimulus (merangsang) peserta didik untuk giat membaca / belajar, dari membaca / belajar inilah keingintahuan manusia berubah, berkembang dan maju, darisinilah hal – hal dan penemuan baru ditemukan, kreatifitas dan inovasi tercipta. Akhirnya tekhnologi hadir menjadi alat dalam menciptakan epektifitas dan epesiensi dalam kehidupan manusia.
Perubahan, perkembangan, dan kemajuan tekhnologi semakin akseleratif (cepat) dan bahkan tak terkendali, menuntut dunia pendidikan sebagai penciptanya kembali menempatkan tekhnologi pada dua perspektif; tekhnologi sebagai tujuan, dan tekhnologi sebagai alat pembelajaran.
Tekhnologi sebagai tujuan pendidikan, harus menempatkan tekhnologi sebanding dengan kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia harus selaras dengan tujuan penciptaanya. Persoalannya adalah, apakah perubahan, perkembangan, dan kemajuan tekhnologi telah sesuai dengan kebutuhan asasi manusia? Darisinilah perubahan, perkembangan dan tekhnologi harus dikawal dan diarahkan oleh nilai dan moral keagamaan. Dengan nilai dan moral keagamaan, maka tekhnologi bisa diredam dan dijinakan agar tidak menjadi alat bagi pelanggaran akan nilai dan moral keagamaan.
Tekhnologi sebagai alat pendidikan. Yang namanya alat, ia bisa digunakan dan bisa tidak, Dengan demikian penggunaan tekhnologi dalam pembelajaran tidak mutlak / tidak harus.
Persoalan tekhnologi di dunia pendidikan menyangkut dua hal: pertama, berkait erat dengan kurikulum, apakah kurikulum yang ada menyertakan / memasukan problem perubahan, perkembangan dan kemajuan tekhnologi? Jika tekhnologi menjadi bagian dari kurikulum, persoalan susulannya adalah, apakah kuruikulum tersebut selalu updet dengan perubahan, perkembangan dan kemajuan tekhnologi? Persoalan ini memunculkan dilemma. Apakah seharusnya perubahan dan perkembangan kurikulum mengikuti perubahan dan perkembangan tekhnologi? Atau kurikulum diam membisu atas perubahan, perkembanagn dan kemajuan tekhnologi?
Kedua, berkait erat dengan keberadaan guru dalam mensikapi perubahan, perkembangan dan kemajuan tekhnologi. Ada guru jadul (jaman dulu) yang apatis, skeptic, dan bahkan prustasi atas perubahan, perkembangan dan kemajuan tekhnologi. Sementara peserta didik yang dihadapinya adalah generasi milenia yang setiap sisi kehidupannya menjadikan tekhnologi sebagai alat pergaulan dan pengembangan potensi dirinya. Kita selaku pendidik, seharusnya terlibat dalam persoalan-persoalan yang secara riil dihadapi oleh peserta didik kita, dimana tekhnologi sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Persoalannyanya bagi kita tinggal efektifitas penggunaan tekhnologi itu bagi kegiatan pembelajaran.
Jika tekhnologi adalah alat, maka pemegang dan pengguna menentukan sejauhmana efektifitas dalam pemanfaatannya. Namun jika tekhnologi itu diletakan sebagai tujuan, maka harus bisa menjawab, seberapa butuh manusia atas tekhnologi tersebut.