Islam bukan hanya sebatas agama pada umumnya, namun Islam adalah sebuah kebudayaan dan peradaban dunia. Islam sebagai sebuah kebudayaan telah memberi alas yang terhampar kuat diatas basis nilai yang universal, konprehensif, dan multidimensional dan basis moral yang suci, agung, dan tinggi. Dan Islam sebagai sebuah Peradaban dunia, telah berhasil menyebar dan singgah diberbagai tempat memberinya berkah dengan tumbuh dan berkembangnya berbagai penemuan penemuan baru dalam bidang sain dan tekhnologi di zamannya. 7 abad Islam sebagai sebuah peradaban pernah menjadi duta dalam sejarah peradaban dunia, menjadi kiblat bagi sebuah perubahan, perkembangan dan kemajuan, 7 abad selanjutnya Islam sebagai sebuah peradaban mengalami masa surut dan akhirnya tersungkur runtuh ditelan sejarah. Kini dan disini, kita sedang memasuki abad ke 1440 H. menjelang abad ke 15 H. akankah kebangkitan Islam itu sebuah keniscayaan?
Manusia adalah unsur pertama, utama dan terpenting dalam membangun, merawat, dan menjaga sebuah peradaban. Dengan kata lain, peradaban yang maju, unggul, dan hebat, sudah pasti dibangun oleh manusia – manusia yang maju, unggul, dan hebat pula. Pendidikan dalam hal ini menjadi hal yang penting dan menjadi sorotan utama dalam membidani lahirnya generasi yang unggul. Bahwa generasi yang unggul akan membuat sebuah bangsa-negara unggul pula.
Membicarakan dan mempermasalahkan pendidikan, akan mengacu pada hal yang paling fundamental, yaitu, orientasi pendidikan. untuk menjawab orientasi pendidikan, setidaknya kita harus menjawab pertanyaan – pertanyaan mendasar tentang pendidikan; “apa itu pendidikan?”, “mengapa harus ada pendidikan?” dan “bagaimana pendidikan itu dijalankan?”. Kali ini penulis hanya akan berusaha memberikan jawaban atas pertanyaan:’ “apa itu pendidikan?” pertanyaan yang mempermasalahkan “tujuan pendidikan”. Untuk menetapkan sebuah tujuan pendidikan, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah, mengetahui, mengerti, dan memahami terlebih dahulu siapa manusia itu, dan apa yang dimilikinya / yang berada dalam dirinya.
Modernitas zaman telah berhasil melumpuhkan kesadaran manusia. Manusia kini dan disini dihadapkan pada pilihan pilihan hidup yang sebenarnya tidak dibutuhkan, namun arus deras informasi yang didalamya limbah iklan menyuguhkan kesenangan dan pencitraan. pilihan pilihan hidup manusia kini tidak lagi berdasarkan kesadaran diri, dengan kata lain manusia tidak pernah mempertanyakan “untuk apa” saya memilih ini dan itu? Manusia telah menjadi sangat individualis, mengikis solidaritas social sebagai ciri dan budaya bangsa, hedonisme (pemuja kesenangan) telah menjadi berhala baru manusia modern, keserakahan dan persaingan telah membuat kehidupan penuh dengan iri, dengki dan dendam. Inilah keadaan jiwa manusia yang sudah mulai terkoyak dan rapuh.
Menurut Muhammad Syadid (2001:71) dalam bukunya Konsep Pendidikan dalam Al-Quran, menurutnya, bahwa, jiwa kemanusiaan merupakan sebuah bentang yang sangat kokoh serta merupakan misteri yang sangat komplek yang melelahkan akal pikiran. Peradaban modern juga memberikan perhatian yang sangat besar dengan menggunakan ilmu jiwanya, dan tidak ketinggalan pula dengan para ilmuan yang ikut ambil bagian dengan mendirikan berbagai lembaga dengan meletakan berbagai macam teori serta mengarang berbagai macam buku, hingga jika manusia mereka telah sempurna pada taraf pengetahuan tentang jiwa dengan berbagai rahasia dengan bukti bukti dan jalan keluarnya, karena apapun yang dilakukan dibidang ini tanpa dilandasi pengetahuan yang benar tentang jiwa maka akan sia-sia, karena pada dasarnya manusia adalah mahluk yang fitrah (suci).
Masih menurut Muhammad Syadid (2001:72). Adapun Manhaj (motode) Al-quran dalam dakwah kejiwaan, merupakan Manhaj yang mengetahui berbagai rahasianya, menyelami sesuatu yang merusak dan mensucikannya, serta mengamati kadar kekuatan dan kelamahannya. Langkah pertama yang dilakukan Al-quran adalah mengembangkan kepada fitrahnya yang sehat serta memberiskannya dari berbagai macam kotoran yang melekat dan diwarisi oleh lingkungannya, serta dari berbagai khurafat dan taklid. Azas dan fitrah ini adalah Tauhid, karena pada dasarnya jiwa diciptakan untuk mengetahui Raobbnya.
Pendidikan dalam Alquran, dengan demikian diarahkan untuk menggali, menumbuhkan, dan mengembangkan fitrah manusia yang berupa potensi ketuhanan yang ada dan melekat pada diri manusia. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadistnya: “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang Majusi. Sebagaimana seekor binatang yang melahirkan seekor anak tanpa cacat, apakah kamu merasakan terdapat yang terpotong hidungnya?”.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. 30: 30)
Fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
Inilah fitrah manusia, dimana seharusnya pendidikan diarahkan untuk mengetahui, mengenali dan memahami keberadaan Tuhannya. Mengenali, mengetahui, dan memahami keberadaan Tuhan secara benar dan baik, maka manusia akan mengetahui, mengenali, mengerti, dan memahami dunia tempat mereka berada dan apa yang seharusnya dijalankan dalam kehidupan ini. Jika tujuan pendidikan secara umum sering ditafsirkan sebagai upaya dan usaha manusia untuk “memanusiakan dirinya”, maka manusia seperti apa yang diidealkan oleh pendidikan. Untuk menjawab ini, maka mempertanyakan kepada pencipta manusia, siapa manusia itu? Menjadi penting dan mendesak. Jawaban yang akan diberikan oleh Pencipta manusia adalah sebuah jawaban yang benar, baik dan pasti. Seharusnya kurikulum itu lahir dan dibuat dari jawaban Pencipta tentang tujuan mengapa, untuk apa dan bagaimana manusia diciptakan.
Ketika pendidikan tidak lahir dari sudut pandang Tauhid (baca: fitrah) maka yang akan terjadi manusia akan ditempatkan dalam dunia pendidikan sebagai bahan percobaan yang terus menerus. Pendidikan lepas tanpa kendali yang benar, karena tidak bersumber dari Tauhid. Maka wajar jika pendidikan akan menghadapi berbagai permasalahan terus menerus bagai benang kusut dan bagai masuk kedalam ruang gelap. Kembalikan tujuan pendidikan pada tujuan Allah SWT menciptakan manusia dan dunia / alam semesta.